Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PAJAK
BERBASIS FINANCIAL INFORMATION SYSTEM MODEL
ABSTRAK
Organisasi memerlukan manajemen pajak agar pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan namun tetap mempertahankan keinginannya untuk meraih laba dan likuiditas yang diharapkan sehingga tetap memaksimalkan kemakmuran para pemiliknya. Perkembangan implementasi teknologi informasi ke dalam sistem informasi organisasi telah sedemikian pervasif sehingga hampir semua kegiatan organisasi, termasuk catatan perpajakan, terekam ke dalam sistem informasi yang dikelolanya. Namun ternyata penggunaan system informasi untuk mendukung fungsi perpajakan ini masih terbatas pada kegiatan compliance process, belum mencapai kegiatan yang memberikan nilai tambah, seperti memberikan profil risiko perpajakan organisasi.
Tulisan ini mengajukan suatu usulan pengembangan model sistem informasi manajemen pajak yang bertujuan untuk menyediakan informasi perpajakan secara komprehensif sehingga dapat mencapai tujuan manajemen pajak sehingga sejalan dengan tujuan organisasi. Tulisan ini merupakan suatu kajian pendahuluan yang masih terbatas pada eksplorasi berbagai konsep dan memerlukan kajian lanjutan. Hasil kajian pendahuluan ini dalam konteks System Development Life Cylce (SDLC), selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan pemakai dengan pendekatan user-requirement yang sesungguhnya. Manfaat lainnya, model ini diharapkan dapat menjadi model referensi untuk pengembangan arsitektur system informasi yang mempertimbangkan aspek manajemen pajak. Sedangkan dari sudut pandang penelitian empiris, hasil kajian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian yang bertujuan mengetahui keberadaan sistem informasi manajemen pajak dalam suatu organisasi.
1. PENDAHULUAN
Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentifikasi pembayaran pajak sebagai beba sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba Suandy, 2003). Mengacu pada Keownet.al (1997), perusahaan harus lebih memahami struktur perpajakan yang berlaku pada suatu saat tentang bagaimana perpajakan mempengaruhi keputusan bisnis. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada saat perusahaan menganalisis pembelian suatu proyek atau peralatan, besarnya pengembalian investasi harus dihitung berdasarkan nilai bersih sesudah pajak (after tax basis). Jika tidak, berarti perusahaan telah menggunakan evaluasi tambahan arus kas yang tidak semestinya.
Lumbantoruan (1999) mengemukakan perlunya manajemen pajak (tax management) sebaga pengelolaan hak dan kewajiban pajak secara enar sehingga jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Merujuk KPMG (2003), jika perusahaan tidak mengintegrasikan pemenuhan kewajiban perpajakan ini ke dalam sistem akuntansinya maka departemen pajak (fungsi pajak) perusahaan cenderung akan menggunakan cara pengumpulan data manual sehingga menyebabkan:
1. fungsi pajak menghabiskan waktu yang terlalu banyak hanya untuk keperluan pelaporan pajak dan sedikit sekali melakukan kegiatan yang mempunyai nilai tambah.
2. kegagalan untuk mengakses informasi pajak, pengendalian atas integritas data perpajakan sangat minim.
3. kegagalan untuk merekonsiliasikan jumlah pajak ke akun yang terkait.
4. meningkatnya biaya pajak.
Survei yang dilakukan oleh PricewatehouseCoopers (2000) menunjukkan bahwa data yang akan digunakan dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan (compliance process) diperoleh fungsi pajak dengan memanfaatkan sistem informasi masih lebih kecil dibandingkan dengan data yang diperoleh dan dikumpulkan secara manual. Menurut hemat penulis, sampai dengan saat ini masih jarang penulis ataupun penelitian yang secara spesifik dan eksplisit membahas pengembangan suatu system informasi mendukung manajemen pajak organisasi (bisnis). Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan fungsi pajak yang masih menjadi subordinasi fungsi keuangan ataupun akuntansi. PMG(2004) mengemukakan bahwa berdasarkan riset dan pengalaman, bagian pajak cenderung melakukan kegiatan yang terisolasi dari berbagai unit bisnis dan pimpinan.
Pelaporan cenderung berujung secara internal kepada Chief Financial Officer(CFO) dan bagian pajak tidak dipantau pada level strategis sebagaimana fungsi bisnis yang lain yang sama pentingnya. Akibatnya, risiko pajak hanya menjadi perhatian pada tingkat fungsi keuangan. Memperkuat temuan tersebut, Ernst&Young (2001)menekankan pentingnya melihat fungsi pajak sebagai komponen yang esensial dan mengaliansikan fungsi tersebut dengan strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan. Secara empiris, KPMG International (2007)berdasarkan dari hasil riset KPMG UK (2006) menyebutkan bahwa 84% responden menyatakan tata kelola pajak belum menjadi agenda dewan direksi. KPMG International (2004) mengajukan usulan tentang suatu kerangka-kerja praktis perpajakan untuk menopang strategi perpajakan perusahaan yang terdiri dari : strategi, relasi dan komunikasi, staf, proses dan teknologi, manajamen dan pengendalian risiko, akuntansi, cakupan,dan perencanaanstrategis. Secara khusus, komponen proses dan teknologi itu terdiri dari
1. proses perpajakan yang berkoordinasi dengan manajemen pajak untuk mencapai efisiensi dan akurasi.
2. sistem teknologi pajak yang berkoordinasi dengan sistem akuntansi.
3. informasi yang relevan dengan pajak menyatu dengan pemrosesan sistem akuntansi. Berdasarkan berbagai uraian di atas, penulis dalam makalah ini mengajukan sebuah tinjauan pendahuluan untuk mengembangkan model system informasi manajemen pajak. Tinjauan pendahuluan dalam hal ini artinya mencoba mengkaji berbagai konsep mengenai manajemen pajak dan system informasi dalam suatu organisasi. Selanjutnya, tulisan ini akan mencoba untuk mengembangkan suatu model yang menggambarkan hubungan ukungan sistem informasi terhadap manajemen pajak. Model yang akan dikembangkan ini berbasis pada Financial Information System Model yang dikemukakan oleh McLeod (1995). Selanjutnya, model yang dikembangkan ini diharapkan dapat diimplementasikan dalam suatu sistem aplikasi yang utuh untuk dimanfaatkan dalam lingkungan bisnis yang sesungguhnya.
2. MANAJEMEN PAJAK
Suandy (2003) menyatakan bahwa pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sector privat (perusahaan) ke sector public dimana pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) ataupun kemampuan belanja (spending power) dari sisi sektor privat. Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik. Pajak juga dilihat sebagai salah risiko perusahaan sehingga harus dikelola dengan baik.
Pajak juga merupakan sesuatu yang kritikal bagi perusahaan karena :
1. pajak terkait dengan hamper aspek bisnis perusahaan
2. kurang bayar ataupun lebih bayar pajak memengaruhi laporan keuangan perusahaan
3. kurang bayar pajak dalam jumlah yang besar, apapun sebabnya, akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan dan mencederai reputasi perusahaan (KPMG, 2003) Merujuk Switser dan Waters (2004), manajemen pajak adalah aktifitas yang dilakukan oleh suatu fungsi untuk merencanakan, mengumpulkan data dan memenuhi kewajiban perpajakan.
Zain (2003) cenderung mempertukarkan istilah manajemen pajak dan perencanaan pajak, dimana istilah perencanaan pajak didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Sementara itu, Spitz (1983), perencanaan pajak adalah proses untuk mempertimbangkan semua faktor pajak (tax factor) dan faktor non pajak (non tax factor) yang relevan, dengan manfaat untuk menentukan apakah, kapan, bagaimana dan dengan siapa untuk melaksanakan transaksi, operasi dan hubungan, sehingga dapat dicapai beban pajak yang minimal dalam kejadian atau orang yang terkena pajak, serendah mungkin dan sejalan dengan tujuan perusahaan.
Karayan et.al (2002), juga cenderung mempertukarkan istilah manajemen pajak dan perencanaan pajak ini, dimana manajemen pajak adalah suatu kerangka kerja yang meliputi Strategy- Anticipation-Value Adding-Negotiating- Transforming (SAVANT framework) dengan tujuan untuk mendapatkan beban pajak yang optimal (bukan meminimalkan). Sementara itu, PricewaterhouseCoopers (2000) lebih cenderung menggunakan istilah fungsi pajak (tax function) daripada manajemen pajak, dimana fungsi pajak didefinisikan sebagai orang dan proses yang terlibat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan perencanaan pajak perusahaan. Berdasarkan berbagai uraian tentang manajemen pajak diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi membutuhkan manajemen pajak dalam konteks untuk mematuhi kewajiban pajaknya secara wajar dan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa harus meninggalkan sisi bisnis yang mementingkan peningkatan kemakmuran para pemangku kepentingannya. Disisi lain, terdapat suatu perkembangan yang mengubah peranan fungsi pajak perusahaan dari peranan yang sifatnya teknis-administratif menjadi peranan strategis, termasuk didalamnya adalah terlibat dalam manajemen risiko. Salah satu cara untuk dapat mencapai hal tersebut antara lain adalah pengembangan suatu system informasi manajemen pajak. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009.
3. SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PAJAK
Sistem informasi pada dasarnya merupakan serangkaian prosedur untuk memproses data menjadi informasi dan mendistribusikannya kepada para pemakai (Indrajit,2001; Hall,2001;Alter, 1992). Lebih lanjut Hall (2001) dan McLeod dan Schell (2001) menglasifikasikan sistem informasi menjadi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dan Sistem Informasi Manajemen (SIM). Sedangkan McLeod dan Schell (2001) menggunakan istilah system informasi berbasis computer (computer-based information system/CBIS. CBIS terdiri dari subsistem pendukung itu yakni: sistem informasi akuntansi (SIA), system informasi manajemen (SIM), system pendukung keputuan (decision support sistem/DSS), kantor virtual (atau otomasi kantor) dan system berbasis pengetahuan (knowlegde-based system/expert system).
Switser dan Waters (2004)mengemukakan bahwa suatu bahwa aktifitas yang dominan (lebih dari 70%) dalam bagian perpajakan (tax department) di suatu perusahaan adalah pengumpulan dan rekonsiliasi data sehingga hanya menyisakan kurang dari 30% aktifitas untuk menganalisa dan mengambil keputusan berdasarkan data yang sudah dikumpulkan dan direkonsiliasikan tersebut. Seharusnya perusahaan membalik keadaan tersebut sehingga mayoritas waktu staf perpajakan digunakan untuk aktifitas analisa dan pengambilan keputusan atau menciptakan suatu tax value center. Gunadi (2003) mengemukakan hubungan antara bahwa Wajib Pajak harus mempersiapkan dua kepentingan pelaporan keuangan yang berbeda, yakni laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
Selanjutnya dijelaskan bahwa laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan proses rekonsiliasi dengan menggunakan dasar standar akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan. Tjahjono dan Husein (2000) mendefinisikan rekonsiliasi fiskal sebagai proses untuk mengubah laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiscal tanpa harus melalui proses akuntansi tersendiri. Proses rekonsiliasi fiskal merupakan akibat dari adanya perbedaan standar dibidang pelaporan keuangan komersial dengan perpajakan. Perbedaan standar ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan pada pajak fungsi perpajakan dan/atau keuangan perusahaan. Akibat lebih jauh dari kondisi ini, menurut hemat penulis adalah penting suatu perusahaan mengembangkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan tersebut dengan efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini maka KPMG mengajukan suatu kerangka kerja (framework) untuk manajemen pajak yang mencakup :
1. Tax data sensitisation atas transaksi yang terjadi untuk menangkap data perpajakan langsung pada sumbernya.
2. Membangun fungsionalitas pajak ke dalam ERP ataupun sistem informasi akuntansi perusahaan
3. Mengotomasikan proses dengan cara : (a) menghubungkan sistem akuntansi dengan perangkat lunak yang didesain untuk pemenuhan pelaporan perpajakan, (b) rekonsiliasi antara jumlah pajak dengan kode akun
4. Mengimplementasikan manajemen pajak secara global yang memungkinkan pelacakan transaksi dan pelaporan perpajakan global.
Sementara itu, merujuk Hariyono (1998), agar pelaksanaan perencanaan pajak dapat mencapai manfaat sebagaimana yang diinginkan maka perusahaan perlu
1. Sistem organisasi bagian administrasi dan keuangan, dalam hal ini perusahaan yang menjadi obyek penelitian telah menetapkan satu seksi khusus yang bertugas menangani masalah perpajakan
2. Sistem administrasi dan akuntansi untuk kelengkapan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara lebih spesifik dan cenderung mengarah pada detil proses, Deloitte (2004) menawarkan suatu kerangka kerja yang disebut dengan Tax/ERP Integration Services (TEIS) yang menyatakan bahwa agar implementasi ERP berlangsung sukses dari perspektif pajak maka diperlukan professional dengan spesialisasi di bidang pajak yang dapat memahami kebutuhan, persyaratan dan kewajiban spesifik fungsi pajak perusahaan. Kerangka ini menawarkan :
1. Penyiapan cetak biru perpajakan untuk kepentingan sistem ERP
2. Mengembangkan strategis pengambilan data pada level transaksional
3. Mengambil laporan dengan data dan dokumen perpajakan yang tersimpan dalam sistem ERP .
4. memperkuat keterkaitan dengan perangkat lunak perancanaan pajak dan penyiapan laporan pajak .
5. membantu konversi data dari sistem yang telah ada ke dalam modul-modul ERP
6. memenuhi kebutuhan retensi catatan pajak elektronik
7. meningkatkan pengendalian internal yang terkait dengan aspek pajak.
Selanjutnya Langdon (2004) mengutip hasil survei tentang peranan teknologi dalam modernisasi administrasi perpajakan perusahaan yang dilakukan Association for Computers and Taxation (ACT) diAmerika Serikat, mengemukakan bahwa teknologi informasi telah menjadi pemicu (enabler) untuk praktik-praktik perpajakan yang lebih efisien.
Lebih jauh, Langdon (2004) mengemukakan perlunya suatu pendekatan terpadu yang disebut dengan automated tax ecosystem, dimana semua dasar teknologi dalam berfungsi secara bersamaan sehingga memungkinkan fungsi pajak menangani semua layanan meliputi perencanaan, kepatuhan, dan manajemen audit. Berdasarkan berbagai uraian tentang system informasi dan kaitannya dengan manajemen pajak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya organisasi perlu memikirkan untuk mengembangkan suatu sistem informasi manajemen pajak sebagai Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 sistem yang otonom.
Dalam pandangan penulis, sistem informasi ini bukanlah subordinasi system informasi keuangan ataupun sistem informasi akuntansi, karena memang memang tidak sepenuhnya kedua model sistem informasi tersebut mampu menyajikan informasi yang relevan dengan kebutuhan fungsi pajak. Namun, lebih jauh system informasi ini harus dapat mengakomodasikan kepentingan manajemen pajak secara luas. Secara luas dalam konteks ini adalah memenuhi baik untuk kebutuhan yang sifatnya pemenuhan kepatuhan (compliance process) beserta dengan pekerjaan klerikal yang menyertainya maupun kebutuhan yang sifat lebih memberikan nilai tambah seperti penyajian profil risiko pajak, sistem peringatan dini akan adanya risiko yang muncul serta manajemen atas tindakan pemeriksaan pajak, penagihan, keberatan dan banding.Berbagai konsep atau hasil penelitian yang telah dieksplorasi dalam tulisan ini (KPMG(2003); Swing adan Waters (2004); Gunadi (2003); Deloitte (2004)), menurut hema penulis, masih dalam tingkatan criteria tentang bagaimana hubungan system informasi akuntansi dengan fungsi perpajakan dalam organisasi. Berbagai hal tersebut belum memperlihatkan adanya keterkaitan antar komponen dalam suatu sistem yang terpadu.
Lebih jauh, berbagai konsep tersebut juga belum dapat menjadi panduan baik sebagai referensi dalam penyusunan suatu arsitektur system informasi ataupun lebih jauh lagi sebagai panduan dalam analisis sistem dalam kerangka SDLC. Untuk itu, penulis mengajukan suatu model yang diharapkan nantinya dapat diimplementasikan menjadi sistem informasi manajemen pajak yang lebih komprehensif sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan fungsi perpajakan organisasi. Model yang menurut penulis cukup memadai untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan itu adalah model Financial Information System yang dikemukan oleh McLeod (1995) sebagaimana akan penulis uraikan dalam bagian berikut ini.
4. FINANCIAL INFORMATION SYSTEM MODEL
Model adalah penyerdehanaan dari sesuatu. Model bermanfaat untuk mepermudah pemahaman, mempermudah komunikasi ataupun memrediksikan masa depan. Model terdiri dari model fisik, naratif, matematis, ataupun grafik. Model grafik juga digunakan dalam perancangan system informasi Programmer ataupun analis system banyak menggunakan perkakas (tools) bersifat grafik, misalnya flowchart atau data flow diagram (Mc Leod dan Schell, 2001). Pengembangan model sistem informasi manajemen pajak dalam makalah ini merujuk model grafik sebagaimana didefinisikan McLeod(1995) dengan General Systems Model of the Firm. McLeod selanjutnya menggunakan model umum tentang organisasi tersebut menjadi berbagai model yang ada dalam CBIS, termasuk model Financial Information System (FIS). Merujuk McLeod dan Schell (2001), model FIS merupakan bagian dari Enterprise Iinformation System (EntIS). EntIS adalah system yang mengumpulkan data dari semua bisnis proses organisasi ke dalam suatu basisdata standar sehingga semua anggota organisasi dapat mengakses dan menggunakan data. Komponen penyusun EntIS terdiri dari :
1. Marketing Information System
2. Information Resources Information System
3. Human Resources Information System
4. Financial Information System dan
5. Manufacturing Information System.
Selanjutnya tulisan ini akan mengembangkan suatu model sistem informasi manajemen pajak dengan berbasis model Financial Information System (selanjutnya FIS) yang terdapat dalam EntIS tersebut di atas. FIS merupakan istilah untuk menggambarkan sistem informasi berbasis computer yang menyediakan informasi keuangan kepada individu atau kelompok baik di dalam ataupun luar organisasi. Informasi yang disediakan dapat berupa laporan periodik, laporan khusus, hasil dari simulasi matematik, komunikasi elektronik dan usulan dari sebuah sistem pakar. FIS terdiri dari sisi subsistem masukan (input) dan masukan (output).
Gambar 1. Model Financial Information System (McLeod dan Schell, 2001)
5. PEMBAHASAN
Pembahasan akan diawali dengan alasan mengapa makalah ini menggunakan model FIS-McLeod sebagai basis-model pengembangan system Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009)ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 informasi manajemen pajak. Alasanya adalah model ini relatif komprehensif dalam menjelaskan berbagai komponen yang terkait dengan penyajian informasi keuangan dan dengan mudah disesuaikan untuk fungsi manajemen pajak. Selain itu, dalam model FIS ini McLeod sangat menekankan pentingnya informasi akuntansi. Bahkan secara tegas disebutkan bahwa SIA merupakan dasar dari semua informasi yang ada dalam lingkungan CBIS. Jika organisasi tidak mempunyai SIA yang baik maka ia tidak dapat mengharapkan sistem informasi manajemen ataupun sistem pendukung keputusan yang baik. Kondisi ini sejalan dengan temuan penulis (Darono, 2005) tentang peranan SIA untuk mencapai efisiensi beban pajak dengan manajemen pajak sebagai variable moderator.
KPMG International (2004) juga menyatakan pentingnya sistem teknologi pajak yang berkoordinasi dengan sistem akuntansi dan informasi yang relevan dengan pajak menyatu dengan pemrosesan sistem akuntansi. Gunadi (2003) dan Tjahjono dan Husein (2000) juga telah menekankan pentingnya hubungan antara SIA dengan sistem informasi manajemen pajak melalui rekonsililasi fiskal. Hal ini juga dikuatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya yang menyatakan bahwa Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan dengan cara atau system yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Berdasarkan berbagai uraian di atas tentang kaitan antara sistem informasi dengan manajemen pajak, maka menurut penulis system informasi manajemen pajak, dengan merujuk model FIS- McLeod haruslah menyertakan komponen SIA. Model yang diajukan ini setidak-tidaknya terdiri dari subsistem masukan, basisdata dan keluaran. Secara skematik, model system informasi manajemen pajak ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Model Sistem Informasi Manajemen Pajak berbasis Model FIS-McLeod Sisi masukan yang terdiri dari :
1. keterkaitan dengan SIA/ERP yang diterapkan organisasi
2. internal tax audit
3. tax knowledge base.
Sedangkan untuk sisi keluaran terdiri dari :
1. Compliance process.
2. Manajemen risiko pajak (tax risk management)
3. Manajemen tindakan hokum (law enforcement).
Model ini menggambarkan sisi masukan sebagai : SIA/ERP yang merupakan sumber data utama yang akan diolah terutama untuk compliance process, ataupun subsistem keluaran lainnya. Subsistem ini juga dapat diberi fitur aplikasi berupa validasi data yang bersifat tax-sensitive. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, setiap subsistem sebaiknya dirancang sebagai modul aplikasi dengan pendekatan Enterprise Application Integration (EAI). Manfaatnya adalah seandainya terjadi perubahan pada suatu modul tidak akan mengganggu modul yang lain dan proses tetap berjalan sebagaimana biasa. Dalam model ini, basisdata (database) merupakan komponen yang mengelola berbagai baik yang bersifat OLTP/On-Line Transactional Processing (terutama yang berkaitan dengan SIA/ERP) ataupun OLAP/On-Line Analytical Processing. Secara teknologi yang saat ini tersedia, sebaiknya organisasi memilih perangkat lunak manajamen pengelola basisdata relasional ataupun berorientasi-objek sehingga akan memudahkan pengelolaan data yang sifatnya tidak hanya berupa teks namun juga dapat tipe data yang lebih kompleks.Fungsi internal tax audit menekankan bahwa setiap transaksi perusahaan telah memenuhi ketentuan perpajakan.
Subsistem ini juga dapat berfungsi sebagai peringatan dini jika transaki perusahaan ditengarai akan mempunyai dampak di bidang perpajakan yang signifikan. Dalam konteks ini, fitur tax-sensitive yang disediakan system aplikasi akan sangat membantu fungsi audit pajak internal. Pendekatan EAI dalam konteks ini akan memudahkan pertukaran/penyajian informasi antar modul aplikasi ini dengan, misalnya fungsi audit internal ataupun manajemen risiko di tingkat perusahaan. Sedangkan subsistem tax knowledge base akan membantu organisasi dalam memahami berbagai peraturan, berbagai contoh kasus seperti pemeriksaan, keberatan atau banding, dan putusan peradilan pajak. Sedangkan dari sisi keluaran model ini mencakup compliance process terutama kepatuhan yang sifatnya formal seperti pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT, baik SPT Masa ataupun Tahunan), Faktur Pajak PPN, Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh. Subsistem keluaran ini lebih merupakan proses otomasi pekerjaan yang sifat klerikal. Subsistem ini sangat erat berkaitan dengan SIA karena hampir seluruh transaksi yang dikelola subsistem ini berasal dari SIA.
Subsistem seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009)ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 ini juga dapat dengan system manajemen kas sehingga kepatuhan pajak formal dari sisi pembayaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan kas perusahaan secara keseluruhan. Penggabungan SIA dengan fungsi internal tax audit diharapkan dapat membentuk keluaran berupa tax-risk management. Subsistem ini menghasilkan profil risiko pajak dengan mendasarkan pada berbagai pemodelan risiko yang menggunakan data SIA dan hasil audit internal. Keberadaan subsistem ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang risiko pajak sampai dengan level strategis sehingga para pengambil keputusan pada tingkatan ini selalu dapat mempertimbangkan faktor pajak yang relevan dalam setiap keputusan yang diambil. Untuk kepentingan ini, pendekatan EAI dalam pengembangan sistem informasi manajemen pajak memudahkan integrasi baik antar subsistem dalam sistem ini sendiri ataupun dengan sistem lain, misalnya sistem informasi eksekutif. Subsistem keluaran law-enforcement management mempersiapkan/mendukung fungsi perpajakan untuk nantinya menghadapi tindakan penegakan hukum pajak, misalnya pemeriksaan, keberatan/banding ataupun penagihan pajak sehingga proses penegakan hukum pajak itu dapat berjalan dengan efisien tanpa beban tambahan pada organisasi baik beban administratif ataupun sanksi perpajakan. Sehingga dalam hal ini, sistem informasi manajemen pajak diharapkan dapat membantu mewujudkan kepatuhan pajak yang bersifat material.
6. KESIMPULAN
Pajak merupakan suatu keniscayaan dalam lingkungan bisnis. Manajemen pajak mempunyai tujuan untuk mengetahui risiko perpajakan, menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan mencapai efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen pajak memerlukan system informasi sebagai perangkat yang menyediakan informasi untuk dapat mengambil keputusan yang terkait dengan perpajakan. Tulisan ini merupakan tinjauan pendahuluan untuk mengembangkan suatu model yang menggambarkan hubungan dukungan sistem informasi terhadap manajemen pajak. Penulis mengajukan model FIS-McLeod sebagai model dasar untuk mengembangkan model system manajemen informasi pajak dengan alasan model ini relative komprehensif karena berkaitan dengan berbagai komponen penyajian informasi keuangan (terutama SIA).
Secara garis besar, model system informasi manajemen pajak ini terdiri sisi masukan, basisdata dan sisi keluaran. Sisi masukan terdiri dari keterkaitan dengan SIA/ERP, internal tax audit dan tax knowledge base. Sedangkan untuk sisi keluaran compliance process, manajemen risiko pajak dan manajemen tindakan hokum (law enforcement). Komponen basisdata dalam sistem ini merupakan repository dimana semua data yang berkaitan ini dengan sistem ini disimpan dan dapat diambil- kembali (retrieved) dengan mudah. Model hasil adaptasi ini diharapkan dapat menjadi awal dari pengembangan sistem informasi manajemen pajak yang otonom, terlepas dari dominasi SIA atau system informasi keuangan, karena memang secara substansial fungsi dan karakteristiknya berbeda. Penelitian lebih lanjut tentang hal ini, dalam konteks SDLC, dapat diarahkan untuk melakukan observasi dengan pendekatan user-requirement untuk mengetahui apakah memang model yang diajukan ini sesuai dengan kebutuhan pemakai. Manfaat lainnya, model ini diharapkan dapat menjadi model referensi untuk pengembangan arsitektur sistem informasi yang mempertimbangkan aspek manajemen pajak. Sedangkan dari sudut pandang penelitian empiris, hasil kajian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian yang bertujuan mengetahui keberadaan ataupun peranan system informasi manajemen pajak dalam suatu organisasi.
Posting Lebih Baru Posting Lama