Pengembangan Sistem Informasi Manajemen

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PAJAK
BERBASIS FINANCIAL INFORMATION SYSTEM MODEL
ABSTRAK
Organisasi  memerlukan  manajemen  pajak  agar  pembayaran  pajak  sesuai  dengan  ketentuan  perpajakan namun tetap mempertahankan keinginannya untuk meraih laba dan likuiditas yang diharapkan sehingga tetap memaksimalkan  kemakmuran  para  pemiliknya.  Perkembangan  implementasi  teknologi  informasi  ke  dalam sistem  informasi  organisasi  telah  sedemikian  pervasif  sehingga  hampir  semua  kegiatan  organisasi,  termasuk catatan perpajakan, terekam ke dalam sistem informasi yang dikelolanya. Namun ternyata penggunaan system informasi  untuk  mendukung  fungsi perpajakan  ini  masih  terbatas  pada  kegiatan  compliance  process,  belum mencapai  kegiatan  yang  memberikan  nilai  tambah,  seperti  memberikan  profil  risiko  perpajakan  organisasi.

Tulisan ini mengajukan suatu usulan pengembangan model sistem informasi manajemen pajak yang bertujuan untuk  menyediakan  informasi  perpajakan  secara  komprehensif  sehingga  dapat  mencapai  tujuan  manajemen pajak sehingga sejalan dengan tujuan organisasi. Tulisan ini merupakan suatu kajian pendahuluan yang masih terbatas pada eksplorasi berbagai konsep dan memerlukan kajian lanjutan. Hasil kajian pendahuluan ini dalam konteks  System  Development  Life  Cylce  (SDLC),  selanjutnya  dapat  digunakan  untuk  melakukan  analisis kebutuhan  pemakai  dengan  pendekatan  user-requirement  yang  sesungguhnya.  Manfaat  lainnya,  model  ini diharapkan dapat menjadi model referensi untuk                pengembangan                arsitektur system informasi yang mempertimbangkan aspek manajemen pajak. Sedangkan dari sudut pandang penelitian empiris, hasil kajian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian yang bertujuan mengetahui keberadaan sistem informasi manajemen pajak dalam suatu organisasi.
1.       PENDAHULUAN
Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentifikasi  pembayaran  pajak  sebagai  beba sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba Suandy, 2003). Mengacu pada Keownet.al (1997), perusahaan harus   lebih   memahami   struktur perpajakan yang berlaku pada suatu saat tentang bagaimana perpajakan mempengaruhi keputusan bisnis. Selanjutnya  dijelaskan  bahwa  pada  saat  perusahaan menganalisis pembelian suatu proyek atau peralatan, besarnya pengembalian   investasi   harus   dihitung berdasarkan   nilai   bersih   sesudah   pajak  (after   tax basis). Jika tidak, berarti perusahaan telah menggunakan   evaluasi tambahan arus kas yang  tidak semestinya.
Lumbantoruan (1999) mengemukakan perlunya manajemen pajak (tax management) sebaga pengelolaan hak dan kewajiban pajak secara  enar sehingga jumlah pajak yang dibayarkan  dapat  ditekan  serendah  mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Merujuk  KPMG  (2003),  jika  perusahaan  tidak mengintegrasikan pemenuhan kewajiban perpajakan ini  ke  dalam sistem akuntansinya  maka  departemen pajak  (fungsi  pajak)  perusahaan   cenderung  akan menggunakan             cara pengumpulan data                manual sehingga menyebabkan:

1.       fungsi pajak menghabiskan   waktu   yang   terlalu   banyak   hanya untuk  keperluan  pelaporan  pajak  dan  sedikit  sekali melakukan  kegiatan  yang  mempunyai  nilai  tambah.
2.       kegagalan   untuk   mengakses   informasi   pajak, pengendalian  atas  integritas  data perpajakan  sangat minim.
3.       kegagalan    untuk    merekonsiliasikan jumlah     pajak     ke     akun   yang     terkait.
4.       meningkatnya  biaya  pajak.

Survei  yang  dilakukan oleh   PricewatehouseCoopers   (2000)   menunjukkan bahwa   data   yang   akan   digunakan   dalam   proses pemenuhan     kewajiban     perpajakan   (compliance process)  diperoleh fungsi pajak dengan memanfaatkan  sistem  informasi  masih    lebih  kecil dibandingkan   dengan data yang   diperoleh   dan dikumpulkan secara manual. Menurut  hemat  penulis,  sampai  dengan saat  ini masih jarang penulis ataupun penelitian yang secara spesifik dan eksplisit membahas pengembangan suatu system informasi mendukung manajemen pajak organisasi (bisnis). Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan    fungsi    pajak    yang masih menjadi subordinasi fungsi keuangan ataupun akuntansi. PMG(2004) mengemukakan bahwa berdasarkan   riset   dan   pengalaman,   bagian   pajak cenderung melakukan  kegiatan  yang  terisolasi  dari berbagai unit bisnis dan  pimpinan.

Pelaporan cenderung   berujung   secara   internal kepada Chief Financial   Officer(CFO)   dan   bagian   pajak tidak dipantau   pada   level   strategis   sebagaimana   fungsi bisnis  yang  lain  yang  sama  pentingnya.  Akibatnya, risiko  pajak  hanya  menjadi  perhatian  pada  tingkat fungsi keuangan. Memperkuat temuan tersebut, Ernst&Young (2001)menekankan pentingnya   melihat   fungsi pajak sebagai komponen yang esensial dan mengaliansikan fungsi tersebut dengan strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan. Secara empiris, KPMG International (2007)berdasarkan dari   hasil   riset   KPMG   UK   (2006) menyebutkan bahwa   84%   responden   menyatakan tata kelola pajak belum menjadi agenda dewan direksi. KPMG International   (2004)   mengajukan   usulan   tentang suatu kerangka-kerja praktis perpajakan untuk menopang strategi perpajakan perusahaan yang terdiri  dari  :  strategi,  relasi  dan  komunikasi,  staf, proses  dan  teknologi, manajamen  dan  pengendalian risiko, akuntansi, cakupan,dan perencanaanstrategis.   Secara   khusus,   komponen   proses   dan teknologi itu terdiri dari

1.       proses perpajakan yang berkoordinasi dengan manajemen pajak untuk mencapai  efisiensi  dan  akurasi.
2.       sistem  teknologi pajak  yang  berkoordinasi  dengan  sistem  akuntansi.
3.       informasi  yang  relevan  dengan  pajak  menyatu dengan pemrosesan sistem akuntansi. Berdasarkan   berbagai   uraian   di   atas,   penulis dalam   makalah   ini   mengajukan   sebuah   tinjauan pendahuluan  untuk  mengembangkan  model  system informasi manajemen  pajak.  Tinjauan  pendahuluan dalam  hal  ini  artinya  mencoba  mengkaji  berbagai konsep             mengenai   manajemen                pajak     dan   system informasi        dalam    suatu organisasi.              Selanjutnya, tulisan   ini   akan   mencoba   untuk   mengembangkan suatu model yang menggambarkan hubungan ukungan   sistem   informasi   terhadap   manajemen pajak.  Model  yang  akan  dikembangkan  ini berbasis pada   Financial   Information   System   Model   yang dikemukakan   oleh   McLeod   (1995).   Selanjutnya, model  yang dikembangkan  ini  diharapkan dapat diimplementasikan dalam suatu sistem aplikasi yang utuh  untuk  dimanfaatkan  dalam  lingkungan  bisnis yang sesungguhnya.

2.       MANAJEMEN PAJAK
Suandy (2003) menyatakan bahwa pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sector privat (perusahaan) ke sector public dimana pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) ataupun  kemampuan  belanja  (spending  power)  dari sisi  sektor privat. Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan maka pemenuhan   kewajiban   perpajakan   harus   dikelola dengan  baik.  Pajak  juga  dilihat  sebagai  salah  risiko perusahaan sehingga   harus   dikelola   dengan   baik.
Pajak   juga   merupakan   sesuatu   yang   kritikal   bagi perusahaan  karena  :

1.       pajak  terkait dengan  hamper aspek  bisnis  perusahaan 
2.       kurang  bayar  ataupun lebih  bayar  pajak memengaruhi  laporan  keuangan perusahaan 
3.       kurang  bayar  pajak  dalam  jumlah yang  besar, apapun  sebabnya,  akan  menimbulkan akibat    yang    tidak    diinginkan    dan    mencederai reputasi perusahaan (KPMG, 2003) Merujuk Switser dan Waters (2004), manajemen pajak   adalah   aktifitas   yang   dilakukan   oleh   suatu fungsi   untuk   merencanakan,   mengumpulkan   data dan  memenuhi  kewajiban  perpajakan.  
 Zain  (2003) cenderung mempertukarkan istilah manajemen pajak dan  perencanaan  pajak,  dimana  istilah  perencanaan pajak didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok   wajib   pajak   sedemikian   rupa   sehingga hutang  pajaknya,  baik  pajak  penghasilan  maupun pajak-pajak    lainnya,    berada    dalam    posisi    yang paling   minimal,   sepanjang   hal   ini   dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Sementara itu, Spitz (1983), perencanaan pajak adalah proses untuk mempertimbangkan  semua  faktor  pajak  (tax  factor) dan  faktor  non  pajak (non tax factor) yang relevan, dengan  manfaat  untuk  menentukan  apakah,  kapan, bagaimana  dan  dengan  siapa  untuk  melaksanakan transaksi,   operasi   dan   hubungan,   sehingga   dapat dicapai  beban  pajak  yang  minimal    dalam  kejadian atau  orang  yang  terkena  pajak,  serendah  mungkin dan sejalan dengan tujuan perusahaan.
Karayan et.al (2002), juga cenderung mempertukarkan istilah manajemen pajak dan perencanaan  pajak  ini,  dimana   manajemen  pajak adalah suatu kerangka kerja yang meliputi  Strategy- Anticipation-Value Adding-Negotiating- Transforming  (SAVANT  framework)  dengan  tujuan untuk mendapatkan beban pajak yang optimal (bukan meminimalkan). Sementara itu, PricewaterhouseCoopers   (2000) lebih cenderung menggunakan   istilah   fungsi   pajak   (tax   function) daripada   manajemen   pajak,   dimana   fungsi   pajak didefinisikan sebagai orang dan proses yang terlibat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan     dan perencanaan pajak perusahaan. Berdasarkan berbagai uraian tentang manajemen pajak diatas   dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi membutuhkan manajemen pajak dalam konteks untuk mematuhi kewajiban pajaknya secara wajar dan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa harus  meninggalkan  sisi  bisnis  yang  mementingkan peningkatan kemakmuran para pemangku kepentingannya. Disisi lain, terdapat suatu perkembangan yang mengubah peranan fungsi pajak perusahaan dari peranan yang sifatnya teknis-administratif  menjadi peranan strategis, termasuk didalamnya  adalah  terlibat  dalam  manajemen  risiko. Salah  satu  cara  untuk  dapat  mencapai  hal  tersebut antara lain adalah pengembangan  suatu system informasi manajemen pajak. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009.
3.       SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN PAJAK
Sistem informasi pada dasarnya merupakan serangkaian prosedur untuk memproses data menjadi  informasi  dan  mendistribusikannya  kepada para   pemakai (Indrajit,2001; Hall,2001;Alter, 1992). Lebih  lanjut  Hall  (2001)  dan  McLeod  dan Schell (2001) menglasifikasikan  sistem  informasi menjadi   Sistem   Informasi   Akuntansi   (SIA)   dan Sistem   Informasi   Manajemen   (SIM). Sedangkan McLeod dan Schell (2001) menggunakan  istilah system informasi berbasis computer (computer-based  information  system/CBIS.  CBIS  terdiri  dari subsistem   pendukung   itu   yakni:   sistem   informasi akuntansi                (SIA), system informasi manajemen (SIM), system pendukung keputuan (decision support  sistem/DSS), kantor  virtual (atau otomasi kantor)  dan system berbasis pengetahuan (knowlegde-based system/expert system).

Switser dan Waters     (2004)mengemukakan bahwa suatu bahwa aktifitas yang dominan (lebih dari 70%) dalam bagian perpajakan (tax department) di suatu perusahaan adalah pengumpulan dan rekonsiliasi data sehingga hanya menyisakan kurang dari 30% aktifitas untuk menganalisa dan mengambil  keputusan  berdasarkan  data  yang  sudah dikumpulkan dan direkonsiliasikan tersebut. Seharusnya  perusahaan  membalik  keadaan  tersebut sehingga mayoritas waktu staf perpajakan digunakan  untuk  aktifitas  analisa  dan  pengambilan keputusan atau menciptakan suatu tax value center. Gunadi  (2003) mengemukakan  hubungan  antara bahwa Wajib Pajak harus mempersiapkan dua kepentingan pelaporan keuangan yang berbeda, yakni laporan keuangan komersial   dan laporan keuangan fiskal.

Selanjutnya dijelaskan bahwa laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan proses rekonsiliasi dengan menggunakan dasar standar akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan. Tjahjono dan Husein (2000) mendefinisikan rekonsiliasi  fiskal  sebagai  proses  untuk  mengubah laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiscal tanpa harus melalui proses akuntansi tersendiri. Proses  rekonsiliasi  fiskal  merupakan  akibat  dari adanya perbedaan standar dibidang pelaporan keuangan  komersial  dengan  perpajakan.  Perbedaan standar   ini mempunyai pengaruh   yang   sangat signifikan   pada   pajak   fungsi   perpajakan   dan/atau keuangan perusahaan. Akibat lebih jauh dari kondisi ini,   menurut   hemat   penulis   adalah   penting   suatu perusahaan mengembangkan  sistem  informasi  yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan tersebut dengan efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini maka KPMG mengajukan suatu           kerangka kerja (framework) untuk  manajemen  pajak  yang  mencakup  : 

1.       Tax data  sensitisation  atas  transaksi  yang  terjadi  untuk menangkap data perpajakan langsung pada sumbernya.
2.       Membangun fungsionalitas pajak ke dalam   ERP   ataupun   sistem   informasi   akuntansi perusahaan
3.       Mengotomasikan proses dengan cara : (a) menghubungkan    sistem    akuntansi    dengan perangkat   lunak   yang   didesain   untuk   pemenuhan pelaporan  perpajakan, (b) rekonsiliasi antara jumlah pajak  dengan  kode  akun 
4.       Mengimplementasikan manajemen pajak secara global yang memungkinkan  pelacakan  transaksi  dan  pelaporan perpajakan global.
Sementara itu, merujuk Hariyono (1998),  agar  pelaksanaan  perencanaan  pajak  dapat mencapai   manfaat   sebagaimana   yang   diinginkan maka perusahaan perlu
1.       Sistem organisasi bagian administrasi dan keuangan, dalam hal ini perusahaan yang  menjadi  obyek  penelitian  telah menetapkan satu seksi  khusus yang bertugas menangani masalah perpajakan  
2.       Sistem   administrasi   dan   akuntansi untuk kelengkapan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara  lebih  spesifik  dan  cenderung  mengarah pada detil proses, Deloitte (2004) menawarkan suatu kerangka    kerja    yang    disebut    dengan    Tax/ERP Integration Services (TEIS) yang menyatakan bahwa agar  implementasi   ERP berlangsung   sukses   dari perspektif pajak maka diperlukan professional dengan   spesialisasi   di   bidang   pajak yang dapat memahami  kebutuhan,   persyaratan   dan  kewajiban spesifik      fungsi   pajak   perusahaan.   Kerangka   ini menawarkan  : 

1.       Penyiapan  cetak  biru  perpajakan untuk kepentingan sistem ERP
2.       Mengembangkan strategis  pengambilan  data  pada  level  transaksional
3.       Mengambil  laporan  dengan  data  dan  dokumen perpajakan  yang  tersimpan  dalam  sistem  ERP .
4.       memperkuat   keterkaitan   dengan   perangkat   lunak perancanaan  pajak  dan  penyiapan  laporan  pajak .
5.       membantu  konversi  data  dari  sistem yang  telah  ada ke     dalam     modul-modul     ERP
6.       memenuhi kebutuhan    retensi    catatan    pajak    elektronik
7.       meningkatkan   pengendalian   internal   yang   terkait dengan aspek pajak.
Selanjutnya    Langdon    (2004)    mengutip    hasil survei  tentang peranan teknologi dalam modernisasi administrasi   perpajakan  perusahaan  yang  dilakukan Association  for  Computers  and  Taxation  (ACT) diAmerika  Serikat,  mengemukakan  bahwa  teknologi informasi   telah   menjadi   pemicu   (enabler)   untuk praktik-praktik perpajakan yang lebih efisien.
Lebih jauh,    Langdon    (2004)    mengemukakan    perlunya suatu    pendekatan terpadu yang disebut    dengan automated    tax    ecosystem,    dimana    semua dasar teknologi dalam berfungsi secara bersamaan sehingga   memungkinkan   fungsi   pajak   menangani semua layanan   meliputi   perencanaan,   kepatuhan, dan manajemen audit. Berdasarkan berbagai  uraian tentang system informasi dan kaitannya dengan manajemen pajak di atas,   dapat   ditarik   kesimpulan   bahwa   sebenarnya organisasi perlu memikirkan untuk mengembangkan suatu   sistem   informasi   manajemen   pajak   sebagai Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 sistem yang otonom.
Dalam pandangan penulis, sistem   informasi   ini   bukanlah   subordinasi system informasi keuangan  ataupun sistem           informasi akuntansi, karena memang memang tidak sepenuhnya  kedua  model  sistem  informasi  tersebut mampu  menyajikan  informasi  yang  relevan  dengan kebutuhan  fungsi  pajak.  Namun,  lebih  jauh  system informasi ini harus dapat mengakomodasikan kepentingan  manajemen  pajak  secara  luas.  Secara luas dalam konteks ini adalah memenuhi baik untuk kebutuhan yang sifatnya pemenuhan kepatuhan (compliance process) beserta dengan pekerjaan klerikal yang menyertainya maupun kebutuhan yang sifat              lebih memberikan nilai tambah seperti penyajian profil risiko pajak, sistem peringatan dini akan  adanya  risiko  yang  muncul  serta  manajemen atas        tindakan pemeriksaan pajak, penagihan, keberatan dan banding.Berbagai konsep atau hasil penelitian yang telah dieksplorasi dalam   tulisan ini (KPMG(2003); Swing adan Waters (2004); Gunadi (2003); Deloitte (2004)), menurut hema penulis, masih dalam tingkatan criteria tentang bagaimana hubungan system informasi akuntansi dengan fungsi perpajakan  dalam  organisasi.  Berbagai  hal  tersebut belum   memperlihatkan   adanya   keterkaitan   antar komponen  dalam  suatu  sistem  yang  terpadu.
Lebih jauh,   berbagai   konsep   tersebut   juga   belum   dapat menjadi panduan baik sebagai referensi dalam penyusunan suatu arsitektur system informasi ataupun   lebih   jauh   lagi   sebagai   panduan   dalam analisis sistem dalam kerangka SDLC. Untuk itu, penulis mengajukan suatu model yang diharapkan nantinya dapat diimplementasikan menjadi   sistem   informasi   manajemen   pajak   yang lebih komprehensif sehingga dapat memenuhi berbagai   kebutuhan   fungsi   perpajakan   organisasi. Model yang menurut penulis cukup memadai untuk mengakomodasikan  berbagai  kebutuhan  itu  adalah model Financial Information System yang dikemukan  oleh  McLeod  (1995)  sebagaimana  akan penulis uraikan dalam bagian berikut ini.

4.       FINANCIAL INFORMATION SYSTEM MODEL
Model adalah penyerdehanaan dari    sesuatu. Model  bermanfaat  untuk  mepermudah  pemahaman, mempermudah  komunikasi  ataupun  memrediksikan masa  depan.  Model  terdiri  dari model fisik, naratif, matematis, ataupun grafik. Model grafik juga digunakan dalam perancangan system informasi Programmer ataupun analis system banyak menggunakan perkakas (tools) bersifat grafik, misalnya  flowchart atau  data  flow  diagram   (Mc Leod   dan   Schell,   2001). Pengembangan model sistem  informasi  manajemen  pajak  dalam  makalah ini merujuk model grafik sebagaimana didefinisikan McLeod(1995)  dengan  General  Systems  Model  of the Firm. McLeod selanjutnya menggunakan model umum  tentang  organisasi  tersebut  menjadi  berbagai model   yang   ada   dalam   CBIS,   termasuk   model Financial Information System (FIS). Merujuk McLeod   dan Schell (2001), model FIS merupakan   bagian   dari    Enterprise   Iinformation System      (EntIS).    EntIS      adalah system yang mengumpulkan data  dari semua bisnis proses organisasi ke dalam suatu basisdata standar sehingga semua   anggota   organisasi   dapat   mengakses   dan menggunakan    data. Komponen  penyusun EntIS terdiri  dari  : 

1.       Marketing  Information  System
2.       Information    Resources Information System
3.       Human Resources Information System
4.       Financial Information      System dan
5.       Manufacturing Information System.

Selanjutnya   tulisan ini akan   mengembangkan suatu   model   sistem   informasi   manajemen   pajak dengan     berbasis     model     Financial     Information System (selanjutnya FIS) yang terdapat dalam EntIS tersebut    di    atas.    FIS merupakan    istilah    untuk menggambarkan sistem informasi berbasis computer yang  menyediakan    informasi    keuangan    kepada individu  atau  kelompok  baik  di  dalam ataupun  luar organisasi.  Informasi  yang  disediakan  dapat  berupa laporan periodik, laporan khusus, hasil dari simulasi matematik,  komunikasi  elektronik  dan  usulan  dari sebuah sistem pakar. FIS  terdiri  dari  sisi  subsistem  masukan  (input) dan  masukan  (output). 

Subsistem  masukan  terdiri dari  sistem  informasi  akuntansi,  audit  internal  dan intelijen   keuangan.   Sedangkan   subsistem   system keluaran    meliputi    subsistem    manajemen    dana, subsistem  peramalan  dan  subsistem  pengendalian. Subsistem    keluaran    mengandung    berbagai    jenis perangkat  lunak  yang  dapat  menransformasikan  isi basisdata menjadi informasi. Gambar 1 mengilustrasikan  hubungan  antar  komponen  dalam Model FIS.







Gambar 1. Model Financial Information System (McLeod dan Schell, 2001)

5.       PEMBAHASAN
Pembahasan akan diawali dengan alasan mengapa makalah ini menggunakan model FIS-McLeod  sebagai  basis-model pengembangan system Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009)ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 informasi manajemen pajak. Alasanya adalah model ini relatif komprehensif dalam menjelaskan berbagai komponen  yang  terkait  dengan penyajian  informasi keuangan   dan dengan mudah disesuaikan untuk fungsi  manajemen  pajak.  Selain  itu,  dalam  model FIS   ini McLeod   sangat   menekankan   pentingnya informasi akuntansi. Bahkan secara tegas disebutkan bahwa  SIA  merupakan  dasar  dari  semua  informasi yang  ada  dalam  lingkungan CBIS.  Jika  organisasi tidak mempunyai SIA yang baik maka ia tidak dapat mengharapkan sistem informasi manajemen ataupun sistem pendukung keputusan yang baik. Kondisi   ini sejalan   dengan   temuan penulis (Darono, 2005) tentang peranan SIA untuk mencapai efisiensi  beban  pajak  dengan  manajemen pajak sebagai variable moderator.

KPMG International   (2004)   juga   menyatakan   pentingnya sistem  teknologi  pajak  yang  berkoordinasi  dengan sistem akuntansi dan informasi yang relevan dengan pajak menyatu dengan pemrosesan sistem akuntansi. Gunadi (2003) dan Tjahjono dan Husein (2000) juga telah  menekankan  pentingnya hubungan antara SIA dengan  sistem  informasi  manajemen  pajak  melalui rekonsililasi  fiskal.  Hal  ini  juga  dikuatkan  dalam Undang-Undang   Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara   Perpajakan dan Perubahannya yang menyatakan bahwa Wajib Pajak harus  menyelenggarakan   pembukuan   dengan   cara atau system yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali   peraturan   perundang-undangan   perpajakan menentukan lain. Berdasarkan   berbagai   uraian   di   atas   tentang kaitan  antara  sistem  informasi  dengan  manajemen pajak, maka menurut penulis system informasi manajemen   pajak,   dengan   merujuk   model   FIS- McLeod haruslah menyertakan komponen SIA. Model yang   diajukan ini setidak-tidaknya terdiri dari   subsistem   masukan,   basisdata   dan   keluaran.  Secara skematik, model system informasi manajemen   pajak   ini dapat   diilustrasikan   dalam Gambar 2.













Gambar 2. Model Sistem Informasi Manajemen Pajak berbasis Model FIS-McLeod Sisi  masukan  yang  terdiri  dari  :

1.       keterkaitan dengan  SIA/ERP yang diterapkan organisasi
2.       internal    tax    audit    
3.       tax knowledge base.
Sedangkan   untuk   sisi   keluaran   terdiri   dari :
1.        Compliance process.
2.       Manajemen risiko pajak (tax risk  management) 
3.       Manajemen  tindakan  hokum (law  enforcement).
 Model  ini  menggambarkan  sisi masukan sebagai : SIA/ERP yang merupakan sumber data utama yang akan diolah terutama untuk compliance   process,   ataupun   subsistem   keluaran lainnya. Subsistem ini juga dapat diberi fitur aplikasi berupa validasi data yang bersifat tax-sensitive. Untuk   dapat   mewujudkan   hal   tersebut,   setiap subsistem    sebaiknya    dirancang    sebagai    modul aplikasi  dengan  pendekatan  Enterprise  Application Integration   (EAI).   Manfaatnya   adalah   seandainya terjadi   perubahan   pada   suatu   modul   tidak akan mengganggu   modul   yang   lain   dan   proses   tetap berjalan sebagaimana biasa. Dalam model ini, basisdata    (database) merupakan komponen yang mengelola berbagai baik yang bersifat  OLTP/On-Line   Transactional Processing   (terutama  yang berkaitan  dengan SIA/ERP) ataupun  OLAP/On-Line Analytical Processing.  Secara  teknologi  yang  saat  ini  tersedia, sebaiknya    organisasi    memilih    perangkat lunak manajamen  pengelola  basisdata  relasional  ataupun berorientasi-objek  sehingga     akan     memudahkan pengelolaan  data  yang  sifatnya  tidak  hanya  berupa teks namun    juga    dapat    tipe data    yang    lebih kompleks.Fungsi   internal   tax   audit   menekankan   bahwa setiap      transaksi  perusahaan  telah memenuhi ketentuan   perpajakan.  
Subsistem   ini   juga   dapat berfungsi  sebagai peringatan dini jika  transaki perusahaan  ditengarai  akan  mempunyai  dampak  di bidang  perpajakan  yang  signifikan.  Dalam  konteks ini, fitur tax-sensitive    yang    disediakan    system aplikasi  akan  sangat  membantu  fungsi  audit  pajak internal.  Pendekatan  EAI  dalam  konteks  ini  akan memudahkan  pertukaran/penyajian  informasi  antar modul  aplikasi  ini  dengan,  misalnya  fungsi  audit internal    ataupun    manajemen    risiko    di    tingkat perusahaan. Sedangkan  subsistem  tax  knowledge  base  akan membantu   organisasi   dalam   memahami   berbagai peraturan,  berbagai  contoh kasus  seperti pemeriksaan,  keberatan  atau  banding,  dan  putusan peradilan pajak. Sedangkan dari sisi keluaran model ini mencakup compliance process terutama kepatuhan  yang  sifatnya  formal  seperti  pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT, baik SPT Masa ataupun Tahunan), Faktur  Pajak  PPN,  Bukti Pemotongan/Pemungutan  PPh.  Subsistem  keluaran ini  lebih  merupakan  proses  otomasi  pekerjaan  yang sifat  klerikal.  Subsistem  ini  sangat  erat  berkaitan dengan  SIA  karena  hampir  seluruh  transaksi  yang dikelola  subsistem  ini  berasal  dari  SIA. 
Subsistem seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009)ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 ini         juga dapat dengan system manajemen kas sehingga kepatuhan pajak formal dari sisi pembayaran   dapat   disesuaikan   dengan   kebutuhan kas perusahaan secara keseluruhan. Penggabungan  SIA  dengan  fungsi  internal  tax audit diharapkan dapat membentuk keluaran berupa tax-risk  management.  Subsistem  ini  menghasilkan profil risiko pajak dengan mendasarkan pada berbagai  pemodelan  risiko  yang  menggunakan  data SIA  dan  hasil  audit  internal.  Keberadaan  subsistem ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang risiko  pajak  sampai  dengan  level  strategis  sehingga para  pengambil  keputusan  pada  tingkatan  ini  selalu dapat mempertimbangkan faktor pajak yang relevan dalam setiap keputusan yang diambil. Untuk kepentingan ini, pendekatan EAI dalam pengembangan  sistem  informasi  manajemen  pajak memudahkan  integrasi baik  antar  subsistem  dalam sistem   ini sendiri ataupun dengan sistem lain, misalnya sistem informasi eksekutif. Subsistem keluaran law-enforcement management mempersiapkan/mendukung fungsi perpajakan   untuk   nantinya   menghadapi   tindakan penegakan   hukum   pajak,   misalnya   pemeriksaan, keberatan/banding ataupun penagihan       pajak sehingga  proses  penegakan  hukum  pajak  itu  dapat berjalan dengan efisien tanpa beban tambahan   pada organisasi  baik  beban  administratif  ataupun  sanksi perpajakan. Sehingga dalam hal ini, sistem informasi manajemen pajak diharapkan dapat membantu mewujudkan kepatuhan pajak yang bersifat material.




6.       KESIMPULAN
Pajak merupakan suatu keniscayaan   dalam lingkungan bisnis. Manajemen pajak  mempunyai tujuan untuk mengetahui risiko perpajakan, menerapkan  peraturan  perpajakan  secara  benar  dan mencapai efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.   Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen pajak memerlukan system informasi sebagai perangkat yang menyediakan informasi  untuk  dapat  mengambil  keputusan  yang terkait  dengan  perpajakan.  Tulisan ini merupakan tinjauan pendahuluan  untuk  mengembangkan  suatu model  yang   menggambarkan  hubungan dukungan sistem informasi terhadap manajemen pajak. Penulis mengajukan model FIS-McLeod sebagai model dasar untuk mengembangkan model system manajemen informasi pajak dengan alasan model ini relative komprehensif karena berkaitan dengan berbagai  komponen penyajian  informasi  keuangan (terutama SIA).

Secara garis    besar,   model system informasi manajemen pajak ini terdiri sisi masukan, basisdata dan sisi keluaran. Sisi masukan terdiri dari keterkaitan dengan SIA/ERP, internal tax audit   dan tax  knowledge  base.  Sedangkan  untuk  sisi  keluaran compliance   process,   manajemen risiko pajak dan manajemen tindakan hokum (law enforcement). Komponen  basisdata  dalam  sistem  ini  merupakan repository  dimana  semua  data  yang  berkaitan  ini dengan   sistem   ini   disimpan   dan   dapat   diambil- kembali   (retrieved) dengan   mudah.   Model   hasil adaptasi   ini   diharapkan   dapat   menjadi   awal   dari pengembangan  sistem  informasi  manajemen  pajak yang otonom, terlepas dari dominasi SIA atau system informasi keuangan, karena  memang  secara substansial fungsi dan karakteristiknya berbeda. Penelitian  lebih  lanjut  tentang  hal  ini, dalam konteks  SDLC,  dapat  diarahkan  untuk  melakukan observasi dengan pendekatan user-requirement untuk   mengetahui   apakah   memang   model   yang diajukan   ini   sesuai   dengan   kebutuhan   pemakai. Manfaat lainnya, model ini diharapkan dapat menjadi model referensi    untuk    pengembangan arsitektur sistem informasi yang mempertimbangkan aspek manajemen    pajak.    Sedangkan    dari sudut pandang  penelitian  empiris,  hasil  kajian ini  dapat menjadi  referensi  untuk  penelitian  yang  bertujuan mengetahui keberadaan ataupun peranan system informasi manajemen pajak dalam suatu organisasi. 

Posting Lebih Baru Posting Lama

Leave a Reply